Dulu, waktu aku masih belum terlalu
mengenal tentang kehidupan, meskipun sekarang juga masih, aku memiliki
seorang wanita yang aku cintai, atau
manusia menyebutnya dengan sebutan "pacar". Kami saling mencintai,
selalu bersama dan mendukung, hingga ketika waktu berlalu, manusia mulai
berubah, dan adalah hal yang wajar saat manusia berubah dan menginginkan hal
yang lebih.
Suatu ketika karena suatu tugas kita
berpisah selama beberapa waktu, ditempat yang berbeda, ini menjadi hal yang
berat buatku, buat dia juga sepertinya. Kami menyempatkan untuk berkomunikasi
dan sesekali aku mendatanginya. Tentu hal ini menjadi hal yang berat bagi kita,
sebagai orang yang terbiasa bersama setiap hari, ini seperti ujian bagiku.
Ujian hati yang menggores disetiap harinya, apalagi dengan bayangan akan dia
pergi dengan pria lain, pria yang mungkin lebih baik dariku. Dan semakin aku
pikir,semakin aku khawatir jadinya, semakin aku khawatir, semakin aku ingin
marah dan tidak dapat mengendalikan emosiku. Singkat cerita, kami memutuskan
untuk mengakhirinya namun tetap menjaga baik hubungan kami. Hingga suatu hari,
beberapa bulan kemudian aku melihatnya mulai berkencan dengan pria yang lain,
padahal hubungan kami masih baik, rajin memberi kabar, seperti halnya tidak
terjadi apa-apa.
Disaat itulah untuk pertama kalinya aku
merasakan sakit yang sering dibicarakan orang, menusuk, sakit dan merasa panas
dijantung serta sesak didada, dan perut mual disetiap harinya. Aku terus
berusaha untuk hidup dengan hanya meminum air dan sereal seadanya selama satu
minggu. Ya aku tau dan aku jujur, perasaan saat mengetahui dia sudah memiliki
seseorang yang lain sangat menyakitkan dan itu membuatku mengalami depresi
selama berbulan-bulan. Mencoba mencari pembenaran atau apa dan siapa yang
salah. Aku terus menerus menyalahkan diri sendiri dan merasa dia harus
bertanggung jawab atas kepedihan yang aku terima.
Namun perasaan bahwa dialah yang harus
bertanggung jawab, bahwa dialah obat dari rasa sakitku, bahwa semua sakit akan
hilang saat dia kembali justru membuat rasa sedihku makin parah dan membuatku
tidak bisa bergerak melangkah kedepan.
Aku tidak akan bisa mengendalikan dia,
bahkan jika aku berteriak-teriak memanggil namanya, mendatangai setiap tempat
kenangan bersamanya, memohon-mohon dan menangis agar dia kembali , atau
tiba-tiba mengetuk pintu rumahnya dan memberinya kejutan atau hal-hal
mengerikan dan tidak masuk akal lainnya yang akan dilakukan oleh seorang mantan
yang kecewa, "aku tidak akan bisa mengendalikan emosi dan
tindakannya". Pada akhirnya, walaupun dia yang patut disalahkan atas apa
yang aku rasakan, dia tidak akan pernah "bertanggung jawab" atas apa
yang aku rasakan. Akulah yang harus bertanggung jawab.
Pada akhirnya setelah berminggu-minggu tidak
bisa makan, selalu mual, tidur yang tidak nyenyak selama berbulan bulan dan
dihantui rasa penyesalan. Aku mulai berfikir bahwa meskipun dia melakukan hal
yang buruk padaku, dan dia patut disalahkan. Sekarang tanggung jawabkulah untuk
membuat diriku gembira dan senang kembali. Dia tidak akan pernah muncul dan
memperbaiki semuanya, meskipun aku menunggu dan berharap bertahun-tahun. Akulah
yang harus memperbaikinya sendiri.
Pertama aku mulai membiasakan semua
kulakukan sendiri lagi, kedua aku mulai
memanjakan dan merawat diriku sendiri, aku mulai berolahraga, belanja dan
berlibur untuk memahami diriku dan apa yang kuinginkan. Aku mulai sering
bertemu teman-temanku, yang dulu sempat aku abaikan. Aku bertemu orang-orang
baru, membuat geng baru, mendaki gunung tinggi, menyeberang pulau dengan
kapal. Mulai melakukan kegiatan sosial,
dan perlahan kau tau, aku mulai merasa baikan dan dapat menerima diriku
kembali.
Walaupun terkadang aku masih kesal dan
teringat flashback saat bersamanya dan membuatku sedih dan ingin menangis. Tapi
setidaknya sekarang aku mengambil tanggung jawab atas emosi saya sendiri. Aku
tidak membiarkan kenangan masa lalu merusak hari-hari bahagia. Dan dengan
memilih jalan ini aku merasa dapat mengendalikan semuanya. Aku bertanggung
jawab atas apapun yang terjadi, bukan mencari kambing hitam dan bersikap
menjadi korban tanpa bisa melakukan apa-apa.
Akhirnya setahun telah berlalu, beberapa hal
mulai tampak berbeda jika direnungkan. Setelah dipikir, memang memberiku rasa
sakit yang begitu besar adalah kesalahannya, tapi untuk meminta putus kemudian
beberapa bulan kemudian dia berkencan dengan pria lain bukan murni kesalahan.
Sungguh mantanku adalah orang yang memiliki hati yang lembut, yang bahkan tidak
akan tega menyakiti seorang tunawisama yang kedinginan ditengah malam disebuah
jembatan , bahkan dia rela memberikan jaket kesayangannya , membiarkan dia
sendiri kedinginan. Sungguh dia wanita yang aku kencani karena kebaikan
hatinya.
Seseorang selalu memiliki alasan atas setiap
tindakan, sekarang aku rasa aku turut beperan besar dalam tragedi ini, mungkin
selama kami berhubungan aku tidak menjadi pacar yang diharapkan baginya. Setiap
hubungan memiliki rambu-rambu, kode-kode , dan dari pada memilih untuk
memperhatikannya , aku malah memilih untuk mengabaikannya kemudian
menghapusnya. Wajar saja jika akhirnya tragedi ini terjadi, faktanya aku kadang
tidak selalu menjadi pacar yang baik baginya, aku sering melukai perasaannya.
Dan menyadari kesalahan ini memberikanku
sebuah pembelajaran. Bahwa aku harus memperlakukan pasanganku lebih baik lagi,
tidak menganggap remeh rambu-rambu dan kode kode dalam hubungan kami, selalu
percaya dan ada dalam setiap dia membutuhkanku dan memastikan aku tidak
melakukan kesalahan yang sama.
Pada akhirnya putus dari pacar adalah salah
satu hal yang paling menyakitkan yang pernah kurasakan sekaligus menjadi
pengalaman yang paling penting dan berpengaruh. Aku beryukur , masalah itu
menginspirasiku untuk terus mengalami pertumbuhan. Dulu bahkan aku pernah
bersumpah kepada diriku sendiri. "luka dan rasa sakit ini akan menjadi
pondasi dan pengingat akan kesuksesan yang akan aku bangun kelak " tentu
kata-kata itu dulu berwujud dendam, sekarang seperti Teman lama dengan semilir
angin sepoi yang menyejukkan.
Aku belajar lebih banyak dari masalah ini,
bahkan dari puluhan kombinasi kesuksesanku dibanyak hal yang lainnya.
0 Komentar