Kehilangan

 
"mau berapapun usia kita, mau berapa kalipun kita kehilangan, kehilangan tetaplah kehilangan, dan rasanya tetap sama, menyakitkan, yang berbeda hanyalah respon kita, dan seberapa lama waktu untuk move on"


    aku  mengetahui berbagai teori tentang kehilangan, tentang bagaimana mekanisme ini membuat kita manusia bisa bertahan, mulai dari ratusan ribu tahun lalu saat masa pra sejarah, namun tetap saja, teori apapun tidak bisa melindungi dari sakitnya kehilangan, itu adalah bagian dari diri kita sebagai manusia seutuhnya.

    Aku telah mengalaminya berkali-kali namun rasanya tetap sama, menyakitkan. mulai dari kehilangan teman, teman dekat, pacar, orang yg kita cintai, orang yg berharap bisa kita lindungi. banyak hal yg bisa menyebabkan kehilangan seperti wisuda, mengejar karir, merasa sudah tidak cocok, mendapatkan seseorang yang lain , sakit dan lain sebagainya.

    rasanya seperti hatimu dihantam berkali kali, hantaman ini berasal dari dua arah, pertama dari banyaknya kenangan manis yang terjadi yang tentu saja tidak akan kamu rasakan kembali nantinya, dan yang kedua dari antisipasi persepsi dimasa depan bahwa kamu hidupmu akan tambah sepi kali ini dan tidak akan ada lagi yang menghiburmu seperti biasanya.

    Sebenernya ada bias didalam rasa kehilangan, yang membaginya menjadi kehilangan langsung dan kehilangan tidak langsung, yang membedakan antara kedua adalah harapan. Jadi begini, kita sering kali kehilangan secara tidak langsung, saat tiba tiba teman kita tidak bisa nongkrong bareng lagi karena sekarang mulai bekerja atau memiliki keluarga, saat pelan pelan menjauh karena kesibukan, namun kehilangan jenis ini tidak terasa menyakitkan, karena kita tahu ini hanyalah sementara dan masih ada harapan kita bertemu lagi dimasa depan, pun mudah sekali untuk membuat janji untuk bertemu lagi.

    tipe dua kehilangan terasa sangat berbeda, dia menghantam pusat rasa sakitmu dan membuatmu memikirkan dan mengantisipasi langkah langkah apa yang akan diambil saat hari itu datang. biasanya ini terjadi saat dia bilang, aku mau pindah, atau kita tidak bisa bersama lagi, atau aku dapat pekerjaan ditempat lain dsb. dari titik ini pikiran kita biasanya mulai menggambarkan berbagai kemungkinan yang terjadi, cara cara apa yang dapat menangkal atau setidaknya mengantisipasi rasa kehilangan. namun disinilah paradox nya, semakin kita mengantisipasi, semakin besar rasa sakit itu datang, dari pada sekedar "ya sudah, yang terjadi biarlah terjadi, toh aku sudah sering mengalaminya, dan aku baik-baik saja"

    berbagai pendakatan bisa kita coba untuk melihat kasus kehilangan ini, terutama tentang investasi emosi yang terjadi, membuang tisu tidak akan begitu menyakitkan seperti tidak sengaja membuang atau menghilangkan smartphone favorit kita.

    Akhirnya paradox paradox yang muncul ini lah yang membuat kita berpikir dua kali cara terbaik mengantisipasinya. entah ini cara terbaik atau bukan, namun menurutku cara terbaiknya dengan tetap menganggap kehilangan adalah hal yang biasa dalam hidup dan mau tidak mau itu akan terjadi, cepat atau lambat akan terjadi dan kita sangat paham seperti biasa, "kita pada akhirnya akan baik-baik saja".


Posting Komentar

0 Komentar