"Diumur berapapun, kehilangan tetaplah kehilangan, dan terasa berat untuk melupakan".-End Quote.
Sebenarnya aku telah memikirkannya sejak lama, aku memikirkan untuk melupakannya, aku tau tidak akan mudah, tapi aku akan mencoba melakukannya.
Jika kamu terbiasa membaca blog ini dan sudah membaca banyak tulisan-tulisanku, kamu mungkin akan mengerti gaya atau pola-pola cintaku. aku terbiasa terlalu memuja wanita, aku belum tau penyebabnya, bisa saja dari film film India yang aku tonton sejak kecil, bisa jadi dari drama korea yang aku tonton sejak remaja, atau ya emang aku saja, yang haus akan perhatian dan tidak siap untuk kehilangan.
Dan tentang kehilangan, aku tipe pria yang membingungkan, disatu sisi aku sangat tersiksa saat seseorang berkata akan pergi meninggalkanku, misalkan saat seseorang berkata dia ingin resign, ada 1 hal dihatiiku yang berontak, seakan akan bilang "baru aja kenal, udah ditinggal lagi, kenapa harus aku yang ditinggalkan, kenapa enggak dia tinggal aja".
Ada kekosongan yang aku rasakan, ada kehampaan yang aku tidak ingin merasakannya, ada perasaan aneh saat aku melihat temanku tadi, perasaan bingung, bingung apakah aku harus memberinya selamat atau apakah aku harus mencegahnya pergi ?
Dsan begitulah, perasaan itu makin menguat saat hari-hari dia akan resign, namun masih saja aku terdiam terpana terpaku , mengambil sisi aman, dan tidak berbuat apa-apa.
Hingga pada akhirnya hari itu datang, hari dimana terkahir kalinya aku bisa melihatnya, dan tentu perasaanku dilema tidak menentu, seakan akan berkata, "yah besok gimana ya, besok dia enggak disini lagi, apa aku bisa bekerja dengan baik besok ?"
Lalu datanglah hari esok, aku masuk kerja dan aku enggak merasakan apa-apa, enggak sedih enggak hampa, seakan akan bisa move on sepenuhnya. dan ini yang membuatku bingung, kenapa aku bisa move on secepat itu ?
Analisaku mengatakan mungkin ini disebabkan oleh yang dinamakan "harapan", menurutku hatiku yang rapuh ini masih terus berharap, dari hari ke hari, bahkan dihari terakhir,, bahwa akan ada keajaiban dan dia mengurungkan niatnya untuk pergi.
Ya begitulah, aku terlalu pengecut untuk menerima kenyataan dan terus berdilusi.
Segala pemikiran ini memuarakanku pada suatu hal, tentang melupakannya, melupakan dia yang aku sukai bahkan aku cintai, bisa siapa saja. aku berpikir selama ada harapan aku akan terus tersakiti, selama aku berpikir ada kesempatan , aku akan terus berharap, lebih baik potong saja harapannya, potong saja hubungannya, hubungan apapun itu.
Aku mengenal teknik ini ditahun 2018, saat aku putus dengan mantanku, saat itu aku benar-benar menghapus semuanya, menghapus kemungkinan aku masih bisa berhubungan dengannya di masa depan, dan harapanpun hilang.
Lalu kini dengannya akupun melakukan hal yang sama, namun aku mencoba mengembangkan teknik baru, untuk memperpanjang dan bertahap dalam melupakannya, dan menekan harapanku.
Sejak 2 tahun lalu aku berkata pada temanku bahwa aku akan melupakannya, dan aku berkata belasan kali mungkin sejak saat itu. dan perlahan membulatkan tekadku, pelan-pelan aku mulai menghapus nomernya, membuatku berhenti melihat storynya dan berharap padanya.
Kita masih sering bertemu, bagaimanapun dia temanku dan sebagai temanku tentu saja aku masih meluangkan waktu untuknya, namun setiap kali bertemu dengannya, aku selalu berpikir,"mungkin ini, mungkin ini yang terakhir, ini terakhir kalinya aku menatap matanya"
Tentu itu menyakitkan, menyakitkan berpikir mungkin ini saja momen terakhirku, menyakitkan bahwa aku tidak bisa lagi melihat bagaimana dia tertawa dan betapa bodohnya dia tentang jalan dan geography
Namun bagaimanpun, apa yang bisa lakukan, semua itu tidak lebih menyakitkan dengan mengetahui bahwa pada suatu hari aku akan kehilangannya, suatu saat dia akan jatuh cinta dan harapanku akan sirna.
Pada akhirnya meskipun aku tau hari itu akan tiba dan aku akan baik-baik saja, rencanaku selalu sama, rencanaku untuk melupakannya.
Afin desember 2022
0 Komentar